rss

May 12, 2010

Tomat atau Wortel

Ilustrasi: repro
Oleh: Murizal HR Muddin

Selepas shalat Mahgrib di Mesjid disamping rumah, setelah sedikit berzikir dan berdo'a aku bergegas pulang kerumah untuk segera melanjutkan ibadah sunnah malam jum'at lainnya. Ya...aku akan Yasinan.

Selembar sajadah hijau masih terbentang di dalam kamar kami, bukan sajadah panjang lantunannya Bimbo, dan hmm...harum...aroma istriku masih tercium, pastinya ia baru saja meninggalkan sajadah tersebut.


Suara tang ting beradunya sendok dengan piring terdengar diluar, dengan sedikit terburu, aku mempercepat bacaan surah Yasiin hingga...Wa Ilaihi Turjauun. Sadaqallaahul Aziim. Suara-suara tersebut tentunya itu adalah kreatifitas anak-anakku. Mereka bukan sedang berdemo karena terlambat makan malam seperti yang pernah dilakukan oleh narapidana Lapas Kajhu beberapa waktu yg lalu.

Anak-anakku keduanya masih balita, yang sulung bernama Zufar umurnya 2 tahun lebih 3 bulan dengan kemampuan komunikasi lancar, walau ada beberapa suku kata yang hanya mampu dipahami oleh dirinya sendiri. Adiknya bernama Zulfa, gadis kecilku ini umurnya baru 14 bulan juga dengan kemampuan komunikasinya tinggkat tinggi, yaitu bahasa yang digunakan hanya "ak ek ok oweek...oweek."

Jadi harap maklum, bukannya mengabaikan etika ketimuran kita bila terjadinya sedikit kegaduhan ketika berhadapan dengan hidangan makanan yang disajikan oleh ummi anak-anakku.

Disinilah awal inspirasiku untuk menulis catatan ini, dengan membuka ke publik sedikit kejadian dirumah selepas Mahgrib tadi.

Begini ceritanya, sewaktu menyantap hidangan makan malam tersebut, si sulung makan sepiring berdua dengan umminya (mesrakan?). Sedangkan si gadis bungsu dia sibuk dengan piringnya sendiri, sudah pasti dong disekelilingnya penuh oleh ceceran butiran nasi dan sayur yang keluar dari piring akibat peng-operasional-an sendok yg tidak profesional karena yang menggunakannya belum cukup umur dan keinginannya makan sendiri untuk menunjukkan eksistensinya bahwa dia BISA..!

Ketika menu-menu tersebut mulai aku pindahkan tempatnya dari piring ke mulut untuk ku cerna, terjadilah dialog antara Zufar dengan umminya. Menurut aku sih bukan dialog biasa tapi adalah DEBAT, ya mereka berdebat.

Ternyata faktor usia bukanlah suatu penghalang ketika harus mempertahankan prinsip dan pendapat masing-masing karena ditunjang oleh se-pengetahuan, se-pengamatan dan se-pengalaman.

Zufar, dengan pembendaharaan kata yang sangat-sangat terbatas mendebat istriku. Masya Allah, anakku!, dia membantah ketika istriku menyuapinya dan menjelaskan bahwa sayur yang "harus" dimakannya ini adalah wortel. Namun, putra sulungku itu berargumentasi bahwa sayur yang akan dimakannya itu adalah tomat, dan tomat adalah salah satu menu (mungkin saja) dia tidak suka.

Dengan suara keibuannya, istriku terus membujuk si sulung agar mau disuapi dengan sayur tersebut, dan si sulungpun bertahan dengan tetap menutup mulut serta terus menghindar dari sosoran sedok yang dikendalikan umminya.

Sesekali Zufar berkata "ndak au, ndak au." Istriku pun berusaha menjelaskan bahwa sayur yang berwarna oren buah tersebut wortel. "Kan ummi yang masaknya, jadi ummi lebih tahu daripada abang." Hingga terus berulang kali terjadinya pemaksaan dan penolakan antara keduanya.

“Ini wortel bukan tomat, nak. Abang ndak tahu emat.” Kira-kira begitulah suara istri dan anakku dalam mempertahankan pendapatnya.

"Aban ndak au emat," kata Zufar sambil melihat ke arahku dengan wajah memelas dan tentunya dia masih berprinsip itu adalah tomat. Dan itu artinya dia minta pembelaan dariku sebagai ayahnya bilamana dia merasa "terancam" oleh polah istriku tersebut.

Aku sedari tadi telah menghentikan aktifitas makan memakan. Aku terus mengamati prilaku bahasa baik verbal maupun non verbal antara anak dan istriku. Bagaimana Zufarku meloloskan diri dari sayur yang dalam pengetahuan dan diyakininya itu adalah tomat dan aku juga ingin mengetahui kepiawaian istriku dalam memberikan penjelasan kepada anakku bahwa yang disangkakannya itu adalah keliru dan informasi yang diberikan istriku adalah benar.

Akulah saat ini sebagai penentu siapa yang benar dan siapa yang keliru. Isyarat bathin anakku minta pembelaan dariku pada satu sisi sementara disisi yang lain aku juga harus memberikan informasi yang benar untuk anakku.

Sebenarnya dalam batinku yang penting mulai saat ini anakku tersebut harus mau makan wortel, karena trak recordnya selama ini berdasarkan "pengaduan" istriku siabang gak mau makan tomat atau wortel, tentu ini erat kaitannya dengan kebutuhan asupan gizi yang harus tercukupi sebagai penunjang pertumbuhan dan perkembangan otaknya sebagai balita. (Ternyata Zufar masih bayi woiii).

"Coba tanya sama ayah, ini tomat atau wortel", kata istriku yang semakin meningkatkan adrenalin dilema dibatinku karena aku belum menemukan "engagement" win-win solution untuk prahara tomat atau wortel yang bisa memecahkan kebuntuan prinsip siabang yang (mungkin) setiap sayur berwarna oren buah tersebut adalah tomat dan adalah berasa masam.

Subhanallah, Alhamdulillah. Allah memberiku inspirasi dari gadis kecilku, Zulfa. Aku melihatnya sedaritadi terlalu bernafsu untuk urusan makan memakan, mungkin juga dia berprinsip "apa yang ada didepanku pasti bisa dimakan, kecuali piring ama sendok itupun karena Zulfa belum tumbuh gigi".

"Ummi, coba kasih ama Zulfa mau gak dia," pintaku. Zulfa, merasa namanya disebutkan dalam "prahara tomat atau wortel" menghentikan keasyikannya menumpah-numpahkan air minum ke piringnya dan ujung sendok berisi wortelpun menghampiri mulut mungilnya, tanpa ak, ek, ok owek..owek dia langsung mengulum wortel tersebut.

"Coba ak abang, adek Zulfa aja mau dan bilang enak," pintaku ke Zufar. Karena aku tau Zufar punya kebiasaan suka meniru apa yang adiknya lakukan. Dan, akhirnya Zufar membuka mulut, walau dengan ragu-ragu untuk memakan wortel tersebut pertama kalinya.

Satu, dua sendok irisan wortel tersebut berpindah tempat, dari cambung kemulut Zufar hingga cambungpun kosong.

Yah, hari ini aku mendapatkan banyak hikmah atas Prahara tomat atau wortel. Yang namanya anak-anak tetap anak-anak. Apakah kita mau mengambil posisi tersebut disaat kita terlalu pro terhadap sesuatu yang menurut kita itu benar namun banyak yang berpendapat itu adalah keliru.

Diakhir tulisan ini aku mengutip kalimat hikmah: "Janganlah terlalu mencintai sesuatu secara berlebihan, karena bisa saja nantinya kau akan membencinya, begitu juga sebaliknya."


*)Panggilan sayang untuk istriku
**)Panggilan sayang untuk Zufar

Penulis adalah mantan Ketua Umum PC PMII Kota Banda Aceh Periode 2005-2006

0 komentar on "Tomat atau Wortel"

Post a Comment

Tulis Komentar Sahabat

Haba Pergerakan

Hai semua!!!

Kok bengong aja ni? Tak tahu mau ngerjain apa ya? Makanya gabung nulis di situs pergerakan. Tak ada ruginya deh kalau sahabat-sahabat sering buka situs ini, karena di sini tempat kita untuk berbagi. Seperti yang satu ini.

Bagi sahabat-sahabat pergerakan yang mau nambah uang saku tuk bantu kurangin beban ortu di kampung, ada info menarik nie. Mau tahu? Makanya gaul dong sesama warga pergerakan.

Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh membutuhkan tenaga untuk membantu pengerjaan supply buku. Jumlah bukunya sekitar 80 ribu eksamplar. Honornya juga lumayan lho.

Untuk informasi lebih lanjut hubungi sahabat Nazarullah atau datang aja ke Mabes PMII Aceh setiap hari dan malamnya. Kalau mau sich!!

Lowongan Tempat Tinggal Gratis


Sahabat-sahabat warga pergerakan PMII Aceh yang saat ini menghabiskan banyak biaya untuk bayar kos, PMII Aceh menawarkan tempat tinggal GRATIS untuk sahabat-sahabat semua. Dengan fasilitas dua kamar tidur di lantai II, air PDAM dan sumur, listrik dan tiga kamar mandi.

Bagi sahabat-sahabat yang berminat dapat menghubungi Sekretaris Umum PMII Aceh atau datang langsung ke Mabes PMII Aceh setiap hari dan malamnya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.

Ingat, kesempatan ini dibatasi untuk 4 warga pergerakan.

"Zikir, Fikir dan Amal Shaleh"